IDNEWS.CO, MINAHASA UTARA -- Acapkali setiap kepala desa berganti akan diikuti dengan pergantian perangkat desa dengan mengangkat perangkat desa baru.
Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 dalam pasal 1 angka 5 disebutkan Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan.
Dan Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa serta Surat Edaran Bupati Nomor 01 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa.
"Surat edaran Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan kepada seluruh bupati dan walikota yang ada di Indonesia. Surat bertanggal 2 Maret 2021 tersebut berisikan tentang pembinaan dan pengawasan yang harus dilakukan oleh bupati dan walikota terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang ada di desa".
Sejak keluarnya Undang-Undang Desa dan peraturan turunannya, sejak itu juga dilakukan perekrutan perangkat desa dan aturan pemberhentian perangkat desa. Berdasarkan peraturan tersebut, semestinya tidak ada lagi pemberhentian perangkat desa secara semena-mena. Tindakan kepala desa yang bertindak sewenang wenang tanpa aturan memberhentikan perangkat desa seperti raja-raja kecil yang kebal hukum.
Bahkan ada perangkat desa dipecat dengan dasar adanya penolakan dari sekelompok orang yang diduga sengaja di atur skenario oleh kepala desa.
Pemberhentian perangkat desa itu tidak gampang karena ada tahapan. Sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dalam pasal 5 disebutkan ayat (1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat, ayat (2) Perangkat Desa berhenti karena a.meninggal dunia, b. permintaan sendiri dan c. diberhentikan, ayat (3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa dan melanggar larangan sebagai perangkat desa.
Sekali lagi peluang pelanggaran pemberhentian perangkat desa juga terletak pada rekomendasi camat. Semestinya camat menjadi penyaring terakhir untuk pemberhentian perangkat desa. Ketika pemberhentian perangkat desa tidak sesuai aturan namun diloloskan oleh Camat menjadi masalah besar. Artinya, camat tidak terlebih dahulu melakuan telaah atas permohonan kepala desa untuk pemberhentian perangkat desa. Memberhentikan perangkat desa sesuai aturan menjadi kewenangan kepala desa.
Namun menjadi persoalan pemberhentian perangkat desa tersebut yang tidak sesuai aturan. Padahal kepala desa setelah dilantik mendapat bimbingan teknis dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Namanya Bimtek pastilah pembekalan terhadap para kepala desa cukup mumpuni selain penggunaan dana desa yang tepat sasaran juga larangan pemberhentian perangkat desa.
Pemberhentian perangkat desa yang tidak sesuai aturan akan berdampak kepada pengangkatan perangkat desa yang tidak sesuai aturan juga. Biasanya tidak ada sosialisasi penjaringan perangkat desa. Akhirnya pelamar perangkat desa dikondisikan oleh kepala desa. Dengan dalih bahwa posisi yang dilamar harus ada pelamar minimal 2 orang. Akhirnya 2 orang pelamar untuk satu jabatan tersebut adalah kelompok dari kepala desa. Lalu masyarakat umum tidak mengetahui adanya penjaraingan dan perekrutan perangkat desa tersebut karena sudah diatur sedemikian rupa agar di isi oleh tim sukses atau orang dekat kepala desa. Sekali lagi, terkait pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa ada beberapa pihak yang terlibat sehingga bisa meminimalisasi kesewenangan kepala desa.
Secara bertingkat kepala desa harus berkoordinasi dengan Kecamatan, lalu kecamatan harus berkomunikasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tingkat kabupaten/kota, kemudian Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dan terakhir Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dapat berkoordinasi dengan Kementerian Desa. Realita yang terjadi, lingkaran koordinasi ini untuk pemberhentian perangkat desa terputus.
Akhirnya setelah muncul persoalan perangkat desa barulah melibatkan semua pihak.
Lalu apa yang bisa dilakukan agar tidak terulang Kembali? Apabila kepala desa terbukti melakukan pelanggaran dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 30 disebutkan Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
Ayat (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Untuk memutus mata rantai pemberhentian perangkat desa maka penerapan sanksi harus tegas oleh Kepala Daerah kepada Camat dan kepala desa sebagai pihak yang terlibat dalam pemberhentian kepala desa.
Demikian uraian artikel kali ini tentang menyoal pemberhentian perangkat Desa di Kabupaten Minahasa Utara
*)Seluruh informasi yang ditulis dalam artikel ini semata-mata untuk tujuan Informasi dan bersifat umum.
(Rukminto Rachman)