iDNews.co, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan gugatan penetapan tersangka terhadap Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Hakim memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengapresiasi putusan tersebut. Menurutnya, kasus Lukas segera diuji di meja hijau.
"Kami akan segera bawa perkara ini ke Pengadilan Tipikor untuk dibuktikan lebih lanjut," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Mei 2023.
Ali mengatakan sedari awal pihaknya sudah meyakini proses penyidikan Lukas Enembe sesuai prosedur hukum. Dia menyebut hal itu kini makin diperkuat oleh putusan pengadilan terhadap gugatan Lukas.
"Kami yakini bahwa seluruh tahapan dan proses penyidikan perkara ini telah sepenuhnya berpedoman pada aturan hukum termasuk dengan tetap mengedepankan dan menjunjung tinggi HAM," katanya.
"KPK berkomitmen untuk mengembangkan perkara ini dan membawa pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan ke proses hukum," tegas Ali.
Baca Juga:
Lukas Enembe dijerat kasus suap dan gratifikasi. Teranyar, ia dijerat dengan pasal pencucian uang. KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menjeratnya.
KPK mengendus adanya pembelian aset menggunakan uang hasil suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Lukas. Sebagian barang miliknya sudah disita penyidik.
Penyidik masih terus menelusuri lebih lanjut terhadap seluruh aset-aset yang terkait dengan perkara. KPK berupaya memulihkan aset negara yang dikorupsi.
Sebelumnya hakim tunggal Hendra Utama Hakim menilai penetapan tersangka Lukas Enembe oleh KPK sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku. Lukas Enembe sendiri tak hadir secara langsung di ruang sidang.
"Mengadili, dalam pokok perkara, menyatakan menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya," ujarnya saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Gugatan praperadilan Lukas Enembe teregister dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Dilihat dalam Sistem Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Lukas Enembe mengajukan gugatan itu pada Rabu (29/3) lalu.
Berikut petitum gugatan Lukas Enembe:
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3. Menyatakan Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka yang dilakukan oleh TERMOHON dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan status Tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan penetapan Tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;
6. Memerintahkan TERMOHON untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan PEMOHON pada Rumah/Rumah Sakit dan atau Penahanan Kota dengan segala akibat hukumnya;
7. Menetapkan dan memerintahkan Pemohon untuk dikeluarkan dari Tahanan.
8. Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara.
(**)