Aspebindo Minta PT Freeport Indonesia Bayar Denda Sesuai Kepmen ESDM 89/2023

    Ketum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral        dan Batubara (Aspebindo), DR.  Anggawira saat berfoto bersama Ketum PJS, Senin     (25/06/2023) di Jakarta.


IDNEWS.CO, NASIONAL, - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menekankan kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) dan perusahaan lain yang mendapatkan relaksasi ekspor mineral mentah untuk segera membayar denda administratif atas keterlambatan pembangunan smelter mineral logam. Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89 Tahun 2023.


Anggawira, Ketua Umum Aspebindo, dalam pernyataannya pada Selasa (27/06/2023), menggaris 3bawahi pentingnya pemenuhan komitmen perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurutnya, pembayaran tersebut bukan hanya sebagai denda semata, melainkan juga sebagai bentuk pengembalian kepada negara.


"Sangat diharapkan dari kami agar komitmen untuk membayar dipenuhi, bukan hanya sebagai denda, karena sebenarnya dari nilai ekspor, perusahaan juga memperoleh pendapatan. Jadi, ini adalah bentuk pengembalian kepada negara," tegas Anggawira.


Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, diatur bahwa penjualan mineral mentah ke luar negeri dilarang selama tiga tahun sejak undang-undang tersebut berlaku pada 10 Juni 2020. Namun, pemerintah memberikan relaksasi kepada PT Freeport Indonesia dan perusahaan lainnya untuk melakukan ekspor mineral mentah dengan syarat dan ketentuan tertentu. 


Anggawira juga memaparkan bahwa pemerintah telah memberikan kelonggaran kepada PT Freeport Indonesia dalam melanjutkan ekspor mineral mentah, meskipun hal tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang. Pemerintah menilai bahwa terdapat niat baik dari perusahaan tersebut dalam memajukan pembangunan smelter mineral logam.


Selain meminta pembayaran denda administratif, Anggawira juga menekankan pentingnya percepatan pembangunan smelter tembaga tunggal terbesar di dunia yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia. Ia berharap pembangunan tersebut dapat diselesaikan pada awal tahun 2024, sehingga smelter dapat beroperasi penuh pada pertengahan tahun tersebut.


"Kami berharap agar target yang telah ditetapkan dapat diakselerasi. Meskipun nantinya smelter sudah berjalan 100%, masih mungkin belum mencapai kapasitas penuhnya. Oleh karena itu, perlu ada percepatan agar pada awal tahun bisa dilakukan tahap commissioning, dan pada pertengahan tahun sudah dapat beroperasi dengan kapasitas penuh. Kami berharap tidak ada alasan atau kendala yang menghambat dan mengizinkan ekspor kembali," papar Anggawira.


Selain PT Freeport Indonesia, terdapat lima perusahaan lainnya yang juga harus membayar denda administratif sesuai


 dengan ketentuan. Perusahaan-perusahaan tersebut meliputi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (tembaga), PT Sebuku Iron Lateritic Ores (besi), PT Kapuas Prima Cita (timbal), dan PT Kobar Lamandau Mineral (seng). Denda administratif yang dikenakan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri, dengan memperhitungkan dampak pandemi Covid-19.


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, mengungkapkan bahwa telah ditetapkan rumus untuk pengenaan denda kepada perusahaan-perusahaan yang mendapatkan relaksasi ekspor. Pihaknya mengharapkan agar perusahaan-perusahaan tersebut segera menyetorkan pembayaran sesuai dengan rumus yang telah ditetapkan.


Pendanaan denda administratif untuk keterlambatan pembangunan smelter dimulai sejak Oktober 2019 hingga Juni 2023, selama tiga tahun delapan bulan, sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2023. Dalam perhitungannya, denda administratif juga mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19, sesuai laporan dari Verifikator Independen.


Selain denda keterlambatan, perusahaan-perusahaan juga diwajibkan memberikan jaminan kesungguhan sebesar 5% dari total penjualan pada periode 16 Oktober 2019 hingga 11 Januari 2022. Jaminan tersebut diserahkan dalam bentuk rekening bersama, dan apabila pada 10 Juni 2024 perusahaan tidak mencapai target 90%, maka jaminan tersebut akan disetorkan ke kas negara.


Perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan relaksasi ekspor juga akan dikenakan denda selama periode perpanjangan, yang saat ini sedang diatur oleh Kementerian Keuangan. (Yudi Barik)


Lebih baru Lebih lama