Dunia Pendidikan Kota Manado Mulai Tak Kondusif, Diduga Pungutan Liar Masih Terjadi Entah Salah Siapa !!

 " Wali Kota Manado perlu turun tangan tindaki guru maupun kepala sekolah jika temukan, bahkan kepala dinas pun harus diganti,".

Gambar karikatur semata

IDNEWS.CO, MANADO,- Sepertinya Dunia Pendidikan di Kota Manado mulai tidak kondusif. Pasalnya berbagai kebijakan sekolah justru jauh dari harapan para Orang Tua Murid.


Hampir sebagian besar mulai dari tingkatan Sekolah Dasar Negeri maupun Sekolah Menengah Pertama Negeri hingga Swasta, selalu menerapkan sistim aturan sepihak hingga terkesan merugikan orang tua murid.


Permasalahan ini justru berlangsung dari hari ke hari anehnya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diknas) Manado, cuek saja padahal bersangkutan pernah menjadi Tenaga Pengajar maupun Kepala Sekolah.


Sikap mendidik dalam bentuk metode kemandirian justru dianggap salah tafsir oleh pihak Kepala Sekolah, maupun para tenaga pendidik. Hampir setiap ada kesempatan pasti pungutan pun terjadi alih-alih berdalih ini demi kepentingan anak siswa, padahal efek sengsaranya cukup besar.


Contoh kasus salah satu Warga Asal Kelurahan Istqlal sempat memuat melalui Akun Media Sosial (facebook). Dirinya sempat menulis cukup panjang mengenai betapa bobroknya dunia pendidikan khususnya kota manado sendiri, apalagi kala penamatan lulusan siswa usai menamatkan sekolah disinilah menurutnya timbul berbagai macam pungutan liar lebih-lebih kegiatan seremonial belaka.


Reza Alamri ini sempat menceritakan dalam statusnya yang dikutip lewat akun facebook pribadinya setelah awak media meminta izin untuk menerbitkannya.


"Pagi tadi saya mendengarkan ibu ibu ngobrol soal penamatan  sekolah,,, ternyata sekarang ini penamatan sekolah pada umumnya  dibuat di hotel atau gedung berbayar   jauh beda dengan zaman saya sekolah dulu atau era 2000an kebawah  penamatan kami disekolah saja tapi kenangan itu kami bahagia dengan pakaian seadanya dan rapih bukan kayak sekarang seperti lazimnya mau sarjana,,,

 mungkin zaman ini penamatan disekolah SDH di anggap tradisional dan dibuat di hotel atau gedung berbayar.... Memang saya pernah menghadiri anak saya penamatan sekolah tahun yang lalu yang di buat di hotel luansa Manado,, ketika saat itu saya komplain tapi kalah suara dan kala itu tak mendengar keluhan ekonomi dll ternyata saat ini SDH berbeda,,, seakan akan sekolah tidak enak lagi untuk acara penamatan atau perpisahan, bahkan penamatan anak TK Anak SD pakai toga seakan akan lulus dan siap bekerja🤣 karena definisi toga, Toga adalah kostum yang identik dengan kelulusan usai menempuh proses pendidikan dan mendapatkan gelar Akademik,.seharusnya penamatan TK SD  pakai pakaian rapih saja atau pakaian adat jangan seperti SDH mendapatkan gelar Akademik,, kesempatan ini saya berharap🙏🙏🙏  para pembuat kebijakan dan pengawal kebijakan dalam urusan pendidikan ataupun sekolah ataupun madrasah membaca ini dan berharap kembalikan pelaksanaan penamatan ini pada yang seharusnya,, sehingga orang tua murid yang punya finansial kuat sama posisinya dengan orang tua murid dengan ekonomi yang belum beruntung dan mereka tidak terbebani dengan iuran penamatan tsb...  Saya mohon maaf jika statement atau ketikan saya ini menyinggung anda pejabat atau sahabat dan kerabat.. 🙏🙏 

#Wallahualambisawab

#MohRezaAlamri. 


Tulisan ini sebenarnya adalah pukulan telak bagi pemangku kepentingan dunia pendidikan, harusnya kepala dinas pendidikan dan kebudayaan kota manado jangan tidur saja harus melihat polemik yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.


Sebab orang tua murid juga latar belakang kehidupannya berbeda-beda, kalau lah semua berlaku sama nantinya terkesan ada pemaksaan untuk mengikuti kebijakan liar ini.



" Kan kasihan kalau ada orang tua hanya pas-pasan pendapatannya mauk tak mau harus mengalah, tidak ikut serba salah apalagi anaknya sudah menuntut melihat temannya boleh kenapa dia tidak," ucap Reza.


Kata Reza Alamri lagi, secara sikologis orang tua itu tidak tega melihat anaknya harus menjadi minder kalau tidak ikut, tapi satu sisi tidak mampu menyesuaikan keadaan nah inilah permasalah besar bakal terjadi.


" Saya sangat berharap metode begini harus segera hilang dari kota manado termasuk pungutan-pungutan tidak punya dasar aturan tertulis, sebab aturan hanya menurut kehendak guru atau kepala sekolah nah kepala dinas segera tindaki dengan tegas," tandas Reza yang juga merupakan salah satu calon Anggota Dewan nantinya.


Sementara itu hal senada juga dikatakan Ibu Masita Maliki. Ibu rumah tangga satu ini juga sangat keberatan dengan adanya kebijakan pihak sekolah tanpa melihat kondisi beban hidup orang tua murid.


Harusnya apa pun itu hilangkan segera pungutan liar maupun kebijakan yang justru menyengsarakan pihak perwalian anak siswa. Pak Wali Kota manado lebih tegas lagi menindak siapa saja baik guru maupun kepala sekolah ketika menemui permasalahan yang ada.


" Saya tau Wali Kota Pak Andrei Angouw sangat care dengan dunia pendidikan jangan kemudian tercoreng hanya karena ulah segelintir guru maupun kepsek. Kalau kepala dinas pendidikan tidak mampu atasi ini copot saja dari jabatannya," tegas Masita.


Dirinya juga menambahkan berbagai hal terjadi karena pihaknya sering mengalami demikian, mengingat anaknya masih duduk dibangku sekolah.


" Saya kesal karena ini terjadi bukan rekayasa belaka, Anak saya kalau pulang sekolah pasti ada saja yang disampaikan katanya guru suruh bawa uang tazkir, kue, uang buku. Begitu juga saat jam belajar kebanyakan guru keluyuran hanya dengan urusan pribadi kemudian murid disuruh pulang saat jam belajar," tandas Masita.


Sementara itu Ketua LSM Alinasi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTl) Pusat, Tommy Turangan sangat keras mengatakan ganti kepala dinas pendidikan jikalau tidak mampu mengelola dengan baik.


Sekarang sudah zaman transparansi era keterbukaan lagi hal-hal begini sering terjadi, dan bahkan telah berlarut-larut namun belum ada perubahan signifikan.


" Karakter guru sangat bobrok apalagi kepala sekolahnya, mereka terkesan sering kompromi dengan kebijakan jahat sehingga merugikan orang tua murid," tegas Turangan, saat dimintai tanggapan melalui telpon seluler, Rabu (14/6/2023) tadi Siang.


Turangan juga menandaskan bahwa apalagi pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), diduga acap kali terjadi penyimpangan didalam pengelolaan. Padahal sesuai aturan juknis BOSP tahun 2023 Permendikbud nomor 63 Tahun 2022 sangat jelas penguraiannya.


" Kan tertera dalam aturan sangat jelas anggaran itu mau diapakan, membiayai operasional sekolah, kebutuhan sekolah, biaya ekstrakulikuler, hingga perawatan fasilitas sekolah. Begitu juga besaran BOS persiswa ditingkat SD sebesar Rp.930.000 per siswa, tingkat SMP sebesar Rp.1.140.000 per siswa," urai Turangan.


Seraya menambahkan kembali bahwa harusnya tidak ada lagi pungutan liar terjadi, karena Pemerintah Pusat sendiri telah menopang sekolah dengan bantuan BOSP belum lagi pemerintah Daerah sendiri juga telah menyusun anggaran untuk kepentingan operasional sekolah.


" Jadi kenapa harus timbul kebijakan sesat dari pihak sekolah dengan berbagai alasan macam-macam sehingga menimbulkan pungutan liar bagi orang tua murid. Saya juga berharap pihak aparat penegak hukum perlu telusuri segala bentuk pengeluran dana BOSP oleh pihak sekolah, entah itu guru, bendahara, apalagi kepsek. Jika kedapatan penyalahgunaan dana BOSP tangkap saja," tegas Turangan.


(Yudi barik)

Lebih baru Lebih lama