Harianto Nanga, Ketua LSM Rako tegaskan," Kami sangat mengecem praktek begini harusnya sebagai pejabat pemerintah berjalan di jalan lurus, bukan gelap mata kemudian memperkaya diri pribadi,".
Harianto nanga ketua lsm rako saat melapor ke kejaksaan sulut, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MANADO,- Sejak Ambruknya Gedung Olahraga Koni saat Gempa terjadi beberapa Waktu lalu, rupanya membuka Tabir Indikasi Korupsi terjadi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sulawesi Utara.
Betapa tidak ternyata Belanja Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Gedung Koni, sejogyanya peruntukan tersebut di tahun 2020 sebesar Rp. 15 Miliar ternyata harus berpindah arah ke proyek abal-abal.
Walhasil exterior gedung koni ambruk seketika akibat terpaan gempa berkekuatan 5,9 SR. Sontak saja sejumlah LSM mulai curiga bahwa ada indikasi korupsi didalamnya.
" Padahal kan saat lelang lewat LPSE Pemprov tahun 2021 ruang terbuka hijau lapangan koni itu ada, tapi hilang seketika juga dan anehnya justru belok arah ke proyek lain," jelas Ketua Rakyat Antikorupsi (Rako), Harianto Nanga, Kamis (28/9/2023) Sore Hari.
Steve kepel selaku kuasa pengguna anggaran rth kala itu, (foto istimewa) |
Penasaran dengan kasus ini wartawan idnews.co terus mengorek keterangan ke Harianto Nanga, Dirinya kemudian mengatakan lagi bahwa sebenarnya proyek ini telah tertata bahkan pembahasan pun selesai melalui Lembaga Legislatif (DPRD,red), sementara itu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) lewat Dinas Perumahan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sulut.
"Kala itu Kadisnya Steve Kepel selaku KPA kagetnya kenapa anggaran begitu besar peruntukan proyek RTH harus pindah seketika. Ujungnya indikasi korupsi terjadi karena jadi fiktif sementara pemenang tender jelas yakni PT.Samudera Abadi Sejahtera (SAS) dengan harga penawaran sementara (HPS) Rp. 14.476.558.431 atau Rp.14,4 miliar," tandas Harianto.
Lebih jauh lagi aktivis sulut ini mengatakan kembali disinilah letak korupsi terjadi dengan menggeser kegiatan pekerjaan yang jelas, seperti korupsi berjamaah dalam pemufakatan jahat merampok uang rakyat hanya untuk keuntungan pribadi.
Lampiran proyek lewat lpse yang sudah keluar, (foto istimewa) |
" Kami sangat mengecam praktek begini harusnya sebagai pejabat pemerintah berjalan di jalan lurus, bukan gelap mata kemudian memperkaya diri pribadi. Sementara uang Rp.15 miliar ternyata hanya terserap Rp.4 miliar saja bagi exterior koni yang tidak tertata sama sekali," tandasnya.
Seraya menambahkan kembali pihaknya mempertanyakan sisa anggaran Rp.11 miliar karena hanya terpakai 4 miliar saja bagi pembangunan exterior koni. Sehingga Dirinya berkesimpulan yang bertanggung jawab dalam kasus ini ialah DPRD sulut, BPK Rl, BPKP, dan Inspektorat.
" Mustahil mereka tidak mengetahui sama sekali kemungkinan besar semua tutup mulut sampai sekarang. Saya sudah melapor kasus ini ke Kejati, Kejagung, KPK bahkan ke Wapres Ma'ruf Amin," pungkas Harianto dengan nada serius. (***/yb)