"Pertaruhan Hak Kepemilikan tanah, keturunan oma sege tunjukan ketidakpuasan terhadap pengusaha dan pemerintah".
Keluarga oma sege terus pertahankan hak kepemilikan tanah (foto idnews.co) |
IDNEWS.CO, MANADO,- Proyek megah di Kawasan Pantai Malalayang Kota Manado, dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah, kini terjebak dalam skandal yang mempertanyakan legalitas kepemilikan tanah.
Program ambisius Pembangunan Penataan Kawasan Malalayang (PKM) dan Bunaken II, yang lebih dikenal sebagai Malalayang Beach Walk (MBW) tahap II yang digulirkan oleh PT. Wisana Matrakarya, mendapat sorotan tajam dari keturunan Almarhumah Oma Sege yang memprotes dengan penuh api.
Meskipun memiliki dokumen resmi yang kuat, ahli waris Royke Tutuhatunewa dengan tegas menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Oma Sege. Mereka menolak keras langkah pemerintah yang dianggapnya merampas tanah keluarga tanpa konfirmasi yang memadai.
Dokumen register desa menunjukan tanah itu milik keluarga sege, (foto idnews.co) |
"Pemerintah seolah-olah main serobot tanah keluarga Sege untuk pembangunan. Ini tidak dapat diterima. Harus ada konfirmasi sebelum merampas," tegas Royke dalam jumpa persnya yang penuh emosi pada Selasa (09/01/2024).
Royke juga mengkritik sikap PT. Wisana Matrakarya, menyarankan agar perusahaan tersebut seharusnya tidak melanjutkan pekerjaan begitu mengetahui status tanah yang mereka kerjakan.
"Perusahaan sudah tau ada pemasang plang peringatan bahwa ini tanah keluarga Sege. Mereka ini buta atau tuli?" ujarnya dengan nada pedas yang khas.
Pendapat senada disampaikan oleh Riki Tutuhatunewa, yang menjelaskan bahwa keluarga telah mengirim surat pemberitahuan kepada Wali Kota Manado beberapa waktu lalu.
Namun, hingga saat ini, tindak lanjut dari pemerintah minim, mengundang kekecewaan keluarga. "Pemerintah setempat, dari camat hingga wali kota, seolah-olah acuh tak acuh terhadap situasi ini. Kami akan terus mempertanyakan, bahkan hukum mungkin menjadi solusi terakhir," tandas Riki.
Dalam ketidakpuasan mereka, keluarga berharap agar pemerintah tidak hanya tutup mata terhadap peristiwa ini. Mereka menyoroti ketidakpedulian administratif dan berjanji untuk terus memperjuangkan hak kepemilikan tanah keluarga Sege, bahkan dengan mengambil langkah hukum jika diperlukan.
Skandal ini semakin memanas, dan batas toleransi terhadap tindakan perusahaan tampaknya semakin menipis. (Yudi barik)