Debt Collector Manado Kembali Terlibat Perampasan, Korbannya Nasabah BFI Cabang Manado

"Kapolda Sulawesi Utara Diminta Bertindak Tegas Terhadap Mafia Debt Collector".

Foto ilustrasi

IDNEWS.CO, MANADO,- Maraknya insiden perampasan Kendaraan Bermotor oleh Sekelompok Debt Collector yang meresahkan Warga Kota Manado beberapa waktu lalu, kembali menjadi sorotan.


Beberapa Waktu lalu kejadian terkini mencatat tindakan perampasan Kendaraan Motor Seorang Nasabah Debitur BFI Cabang Manado, yang dilakukan dengan cermat oleh sejumlah Mafia Debt Collector yang menggunakan beragam tipu daya dan metode intimidasi yang cukup kompleks.


Peristiwa ini terjadi di halaman kantor PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) Cabang Manado, Sulawesi Utara, pada hari Rabu, 6 Maret 2024, sekitar pukul 11:00 Wita. Saat itu, korban, yang dikenal dengan inisial SM, tengah berupaya menyelesaikan tunggakan pembayaran kendaraannya.


SM sebelumnya telah mencoba melakukan pembayaran melalui minimarket terdekat, namun upayanya terhenti ketika sistem pembayaran terblokir secara misterius.


Dengan arahan dari kolektor melalui pesan singkat WhatsApp, korban diminta untuk segera melunasi pembayarannya langsung di kantor cabang.


"Angsuran telat 1 bulan 3 hari, saya mencoba pembayaran lewat minimarket terdekat, namun sistem telah terblokir, melalui arahan kolektor saya diminta untuk melakukan pembayaran di kantor," ujar SM saat memberikan keterangan kepada awak media, Jum'at (08/3/2024) Kemarin Siang.


Proses pelunasan yang seharusnya menjadi tindakan rutin dan teratur, berubah menjadi kisah yang kompleks dan penuh dengan kejutan tak menyenangkan.


Menurut keterangan SM setibanya di kantor, Pihaknya memarkir kendaraan di depan kantor Cabang BFI Manado dan mengikuti prosedur antrian sesuai petunjuk petugas satpam.


Namun, dalam beberapa jam, saat giliran SM untuk dilayani, ia dihadapkan pada berbagai hambatan yang mempersulit proses pembayaran.


Korban dihadapkan pada tuntutan pembayaran lebih dari tunggakan sebulan, dengan alasan yang beragam. Bahkan, SM dipaksa membayar untuk dua bulan sekaligus dan dikenakan denda-denda tambahan yang tidak terduga.


Selain itu, dalam keterangan SM kondisi pelayanan yang sulit, korban juga dipaksa untuk menandatangani sejumlah surat, dengan alasan-alasan yang tidak jelas, termasuk pengalihan kontrak yang dianggap sangat merugikan.


Dengan segala tipu muslihat dan manipulasi, SM akhirnya dikeluarkan dari ruangan pelayanan dengan dalih pengecekan unit kendaraan. Namun, ketika keluar, kejutan yang lebih mengerikan menanti—kendaraan miliknya telah lenyap tanpa jejak.


Beberapa saksi mata di depan kantor melaporkan bahwa kendaraan tersebut telah didorong oleh pihak debt collector ke dalam gudang BFI, tanpa sepengetahuan dan izin dari pemiliknya.


Fikri Alkatiri, Ketua Umum LSM Garda Timur Indonesia, mengecam keras tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak debt collector. Menurutnya, praktik tersebut jelas melanggar prosedur dan aturan yang berlaku, dan telah melibatkan unsur-unsur pidana yang seharusnya mendapatkan respon tegas dari pihak kepolisian.


"Praktek yang dilakukan debt collector BFI Cabang Manado itu, jelas sudah ada unsur pidana, sebab korban datang ke kantor untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar, namun kendaraannya didorong ke dalam gudang, tanpa sepengatahuan korban itu menipu, perampasan," tegas Fikri dalam pernyataannya kepada media.


Lebih lanjut, Fikri menambahkan bahwa persoalan serius seperti tindakan mafia debt collector perlu menjadi fokus perhatian khusus pihak kepolisian, terutama Kapolda Sulawesi Utara.


Upaya keras dan tegas diperlukan agar kejadian serupa tidak meresahkan masyarakat Sulawesi Utara di masa mendatang, dan demi menjaga keadilan dalam ranah hukum di wilayah tersebut.


Sebagai catatan kata Fikri, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 turut menjadi landasan hukum yang relevan dalam konteks ini.


Putusan tersebut menegaskan bahwa kekuatan eksekutorial pada Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia harus mematuhi mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia.


"Stresing poin karena menjadi penting sebab melibatkan objek jaminan fidusia, yang tanpanya harus dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku, Pak Kapolda Sulut juga harus bertindak tegas terhadap beberapa kasus debt collector," tandasnya.


Berdasarkan interpretasi putusan tersebut, pihak kreditur atau leasing memiliki hak untuk menarik kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia jika terdapat kesepakatan atau pengakuan mengenai cedera janji (wanprestasi), dan debitur bersedia menyerahkan objek secara sukarela.


"Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, dan pihak kreditur atau leasing melakukan pengambilan kendaraan secara paksa, baik oleh penagih/debt collector maupun langsung oleh pihak kreditur, hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan) dan/atau Pasal 365 KUHP jo Pasal 55 KUHP (pencurian dengan kekerasan)," ungkapnya.


Dengan kondisi yang semakin rumit dan teramat panjang, kasus perampasan kendaraan oleh mafia debt collector ini menjadi sebuah cerminan kebijakan eksekusi jaminan fidusia yang kontroversial dan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan perlindungan konsumen.


Masyarakat, LSM, dan pihak berwenang diharapkan dapat bersinergi untuk menyelesaikan dan mencegah kasus serupa di masa depan, serta menegakkan supremasi hukum dalam rangka melindungi hak-hak warga negara.


(Yudi barik)

Lebih baru Lebih lama