Ketua APERSI Sulut, Hj.Soeprapti katakan, Kami sebagai pengurus APERSI sangat memahami problematika terjadi sekarang, dimana keputusan pemerintah membatasi kuota penyediaan rumah subsidi itu sangat merugikan, bukan saja pengembang tapi masyarakat untuk memiliki tempat tinggal.
serangkaian kegiatan apersi di sulawesi utara, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MANADO,- Keputusan Pemerintah Pusat mengurangi Jatah Kuota Perumahan Subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (BMR), hanya 166 Ribu Unit sangat meresahkan pihak Developer.
Keputusan tersebut terkesan dapat merugikan para Pengembang Perumahan, termasuk Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Sulawesi Utara.
Saat ditemui awak media online idnews.co, Direktur PT.Trinity Sukses Perum Homeland, Gilbert Wantalangi mengatakan dampak pengurangan kuota akan berpengaruh, pada kurangnya volume pembangunan dan penjualan rumah subsisi.
" Tentu seluruh industri dan usaha turunan sektor property akan terkena dampak, sehingga dapat menurunkan kemampuan ekonomi kerakyatan dimana usaha- usaha pendukung sektor property didominasi usaha kecil. Juga pendapatan/upah tenaga kerja akan terganggu," tandas Gilbert, Jum'at (17/5/2024) Pagi tadi.
Dirinya meminta agar Ketua APERSI Sulut dapat mengakomodir keluhan ini sebab, kuota tersebut sangatlah minim bandingkan tahun lalu begitu banyak penyediaannya.
" Tahun 2023 saja berkisar 250 ribu unit namun sekarang kenapa hanya 166 ribu unit saja selisihnya sekitar 84 ribu rumah. Anehnya bukan bertambah malahan mengurang jatahnya," tandas Gilbert.
Hal senada juga diungkapkan Direktur PT. Citra Prodisa Empat Tujuh, Rifanly Lampah. Ia menjelaskan bahwa sangat berdampak buruk serta mengganggu pertumbuhan sektor ekonomi lokal.
Bahkan kata pemilik perumahan Residen Citra Prodisa Danowudu ini, akibat kurangnya jatah bangun rumah subsidi justru banyak faktor terjadi baik dari segi penyelesaian kredit bank hingga suku bunga.
" Kalau pemerintah tidak mau peduli dengan aspek yang ada jelas pasti kita akan gulung tikar sebagai pengusaha sendiri," sindir Rifanly.
Pihaknya meminta agar para petinggi Apersi mulai dari daerah hingga pusat perlu push ini ke pihak pemerintah.
" Jangan lemah dengan keputusan terkesan dapat merugikan Kami sebagai pengusaha property. Pemerintah sebaiknya berpihak serta memperhatikan kondisi yang ada bukan dengan gampang mengambil keputusan, tanpa mempertimbangkan efek negatif kemudian hari," tegasnya.
Ditempat yang sama Pemilik Perumahan PT.Bumi Asih Sawangan, I Komang Agustria justru berpendapat sama dengan Ketua Apersi Pusat.
Menurutnya perlu pembentukan badan khusus namanya BP3 ( Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan, red).
" Harapan sih kiranya pemerintah yang baru dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran dapat segera memaksimalkan BP3, karena sesuai amanat bahkan diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja" kata Komang.
Seraya menambahkan, yakin sepenuhnya bahwa Ketua Apersi Sulut akan mengawal keluhan serta unek-unek dari para pengembang perumahan lewat Apersi. Karena sebagai wadah berlindung organisasi ini terbentuk tentunya mampu menjembatani antara pengembang dengan pemerintah.
" Kami tidak mau menciptakan komplik tapi harusnya dengarlah keluhan ini jeritan keluar dari hati nurani sebagai anak bangsa, bukankah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat itu penting menjadi tugas pemerintah termasuk menyediakan tempat tinggal layak," tutur l Komang Agustria.
Sementara itu Ketua APERSl Sulut, Hj Soeprapti menanggapi keluhan sejumlah pengembang perumahan mengenai keterbatasan jatah rumah subsidi oleh pemerintah pusat, akan segera menindak lanjuti sambil berkoordinasi dengan Ketua APERSI Pusat.
Dirinya berjanji secepatnya mencari jalan keluar termasuk mengakomodir aspirasi dari beberapa pengembang perumahan.
" Kami sebagai pengurus APERSI sangat memahami problematika terjadi sekarang, dimana keputusan pemerintah membatasi kuota penyediaan rumah subsidi itu sangat merugikan, bukan saja pengembang tapi masyarakat untuk memiliki tempat tinggal," tandas Soeprapti.
Dirinya juga mengatakan kembali harusnya pemerintah peka melihat kondisi warga sekarang. Sebab rata-rata mereka berpenghasilan rendah sangat membutuhkan hunian dengan jangkauan suku bunga kecil serta angsurannya mudah terjangkau.
" Mengenai Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) harusnya ini perlu dorongan secara maksimal, makanya sangat berharap era Prabowo-Gibran semoga menjadi perhatian tersendiri mengenai kondisi yang ada," tandas Soeprapti.
Lebih jauh Pihaknya menambahkan harusnya BP3 sudah harus terbentuk karena UU ciptaker, PP, PERPU, dan Perpres nya telah berlaku.
" Sementara Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang telah diamanatkan oleh pemerintah melalui undang-undang cipta kerja (Ciptaker) diharapkan segera terbentuk untuk mengatasi masalah ini,” kata Soeprapti.
Seraya menekankan lagi dengan sisa kuota sebesar 60 persen dari total 166 ribu unit, pengembang menekankan perlunya penambahan kuota minimal sama dengan tahun sebelumnya, yakni sebesar 250 ribu unit.
(Yudi barik)