"Reklamasi seluas 90 hektar bakal menimbulkan bencana alam dan abrasi pantai serta ekositem hancur, mata pencaharian nelayan akan hilang".
suasana warga bitung karangria saat demo tolak reklamasi pantai manado utara, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MANADO,- Sikap keras menolak Reklamasi Pantai Wilayah Utara, terus disuarakan Warga Kelurahan Bitung Karangria Kecamatan Tuminting Kota Manado.
Bahkan penolakan ini bakal menggema hingga ke Istana Kepresidenan, Masyarakat meminta agar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo segera membatalkan Izin Proyek penimbunan Pantai seluas 90 hektar itu.
Disamping bakal merusak Ekosistem Laut juga kemungkinan besar menimbulkan benca alam, bagi warga bermukim di area Pulau Bunaken, Siladen, hingga Manado Tua dan kawasan Manado Utara.
“Kami meminta Presiden menatap situasi sekarang karena ada masalah besar yang tengah dihadapi ribuan masyarakat bila reklamasi ini dilanjutkan, sehingga kami desak Presiden segera membatalkan perizinannya,” cetus Johan Paulus, salah satu tokoh muda di Karangria, Minggu (23/06/2024).
Pelayan Khusus di GMIM Petra Karangria itu menjelaskan, dampak reklamasi yang areanya memanjang dari Sindulang hingga Jati itu tak hanya dirasakan nelayan yang mengais rezeki dari hasil melaut. Faktanya, ada ancaman banjir tahunan mengancam ratusan kepala keluarga di kelurahan itu, juga kelurahan lainnya di Manado Utara, bila reklamasi tetap berlanjut.
“Saat musim hujan datang kecemasan selalu melanda masyarakat Karangria karena terancam banjir, kondisinya akan makin parah saat pantai kami ditimbun,” kata dia.
Jadi lanjut Johan, persoalan reklamasi tak hanya bicara seputar pesisir dan nelayan saja. Karena dampak sosial dari reklamasi akan dirasakan warga secara keseluruhan. Tak terhitung lagi berapa besar kerugian akibat banjir yang sering melanda Karangria tahun-tahun sebelumnya.
“Seperempat kelurahan sering terendam air kalau aliran sungai yang melintas Karangria itu meluap saat musim hujan dan pastinya akan semakin parah kalau reklamasi dipaksakan,” kata dia lagi.
Dampak lain reklamasi adalah menghilangkan fungsi pantai untuk masyarakat. Dalam pertemuan dengan pimpinan dan anggota DPRD Sulut belum lama, Rein Sarai MMPd, warga Karangria lingkungan 2, menyentil bagaiman pantai itu sejak lama menjadi sarana rekreasi warga Manado.
“Selain lokasi mandi dan ibadah, pantai ini juga sering dikunjungi masyarakat yang melakukan relaksasi dan banyak yang mengaku sembuh setelah terapi mandi air laut di sini,” kata Rein.
Dia juga mendesak pihak legislatif jangan tinggal diam dan harus terus memihak masyarakat untuk membatalkan reklamasi Manado Utara. Penimbunan pantai lanjut dia, tak hanya menyingkirkan ruang hidup nelayan tapi juga berdampak negatif pada ekosistem pesisir.
Diketahui, reklamasi pantai yang terus digiatkan tiga dekade terakhir oleh pemerintah selaku pemberi izin dan pengembang sebagai pelaksananya, telah menjadi momok bagi masyarakat dan komunitas nelayan di Kota Manado.
Kendati banyak elemen masyarakat melancarkan aksi protes bersama para nelayan, program reklamasi terus saja berjalan. Dan malapetaka reklamasi benar-benar terbukti, di antaranya musnahnya kultur perikanan nelayan pesisir.
Hasil penelitian Pusat Data dan Informasi Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) akhir Tahun 2016 menyebutkan, sejak program pengembangan dan pembangunan wilayah pantai Manado sebagai Water Front City ditajah pada 1990-an, sebanyak 29.500 KK telah terusir dari pesisir itu.
Menjaring dan menangkap ikan bagi nelayan di pesisir Manado adalah cara untuk melanjutkan hidup. Tapi itu pun juga menjadi sebuah kultur yang menyatukan nasib ribuan nelayan yang tersebar di sepanjang garis pantai. Mereka berburu hasil laut dengan irama yang sama, dengan pukat yang dituntun Kana—lentera penanda tempat pukat terdampar.
Tapi saat reklamasi dikumandangkan untuk menutup pantai-pantai yang tersisa di pesisir Utara Manado, Paulus Heydemans, tokoh masyarakat Borgo-Bawontehu di Karang Ria bilang akan ada detil-detil yang terhapus dari kehidupan mereka.
“Kita akan kehilangan kahuang (stik yang diikatkan pada pukat dampar), sebab kalau nelayan jadi satpam di lokasi reklamasi maka kahuang dan soma (pukat) jadi berganti handy talkie dan pentungan,” ujar Heydemans di rumahnya saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Laut dan pantai tidak bersertifikat kepemilikan, tapi menurut dia laut dan pantai merupakan hak asal-usul masyarakat. Masyarakat pesisir tak akan hidup tanpa kedua unsur ini.
Sementara itu Ketua LSM Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI), Tommy Turangan mengatakan sangat menyesal Kepemimpinan Pemerintah era sekarang.
Padahal tinggal menghitung hari saja bakal berkahir harusnya tinggalkan kegiatan baik bagi masyarakat Sulawesi Utara, sikap positif dengan program kerja harus pro warga bukan membuat sengsara dengan menyetujui program reklamasi, yang akibatnya rakyat senggsara dikemudian hari.
" Hati nurani pemerintah telah buta dengan segeliming materi hanya menguntungkan sebagian para cukong saja. Semua menginkan Daerah boleh berkembang namun ingat jangan rakyat jadi korban," tegas Turangan saat awak media mewancarainya beberapa waktu lalu.
Dirinya mengatakan kembali, sudah cukup pengalmana terjadi beberapa tahun silam, saat reklamasi pertama Boulevard masyarakat menolak keras hingga berhadapan dengan Aparat Kepolisian.
" Banyak rumah tergusur, Darah bercucuran melawan aksi penolakan hingga bentrok dengan petugas kepolisian. Sekarang apakah pemerintah mau lakukan lagi seperti itu. Sungguh sangat biadab pemikiran begini harusnya mau Sulut bergembang bukan mengorbankan khalayak hidup masyatakat pesisir pantai, cari program terbaik setidaknya dorong ekonomi kerakyatan, bantu para nelayang agar berkembang bukan buat sengsara mereka," tandas Turangan.
Seraya meminta Presiden Joko Widoyo buka mata lihat keadaan yang ada, sekarang para nelalayan teriak minta keadilan, mau kemana lagi harus menyuarakan isi hati ini, selain pembesar-pembesar di pusat Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perhubungan,Menteri Dalam Negeri, Menteri Politik Hukum dan Ham, semua itu punya kewenangan untuk menolak reklamasi pantai Manado Utara.
" Kami akan mengawal terus jikalau perlu bakal demo besar-besaran hingga ke Jakarta, agar semua mata boleh melihat betapa sengsaranya masyarakat pesisir utara, hanya karena nafsu mafia-mafia investasi sesat," tegas Turangan.
(Yudi barik)