"Kasus Bullying di IAIN Manado, Trauma Mendalam Korban dan Tuntutan Penegakan Etika Akademik".
Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) PPA Provinsi Sulawesi Utara, Marsel Silom, saat media berlangsung, Kampus IAIN Manado, (foto idnews.co) |
IDNEWS.CO, PENDIDIKAN SULUT,– Dunia Akademik kembali dihebohkan dengan laporan mengenai dugaan tindakan Bullying dan Pencemaran Nama baik, kali ini terjadi di lingkungan Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado.
Seorang dosen, yang diidentifikasi dengan inisial SS alias Sri, diduga terlibat dalam insiden yang menyebabkan trauma mendalam pada salah satu Mahasiswi.
Korban, yang namanya tidak disebutkan demi menjaga privasi, dilaporkan mengalami tekanan psikologis yang cukup berat akibat tindakan oknum dosen tersebut.
Suami korban, Wahyudi, menyampaikan bahwa kondisi mental Istrinya kini sangat terguncang dan membutuhkan perhatian serius.
Dalam pernyataannya kepada media, Wahyudi menjelaskan bahwa perlakuan dosen tersebut tidak hanya berdampak pada psikologis istrinya, tetapi juga pada keharmonisan kehidupan pribadi mereka.
“Istri saya mengalami shock yang luar biasa, dan tekanan batin yang sangat mendalam. Kami berharap agar pihak kampus dan instansi terkait dapat segera bertindak untuk mengusut tuntas tindakan arogansi dan intimidasi yang dilakukan oleh dosen tersebut,” tutur Wahyudi dengan penuh harap, saat di wawancarai, Kamis (24/10/2024) tadi Sore.
Insiden ini menjadi perhatian luas karena melibatkan tenaga pendidik yang seharusnya menjadi contoh teladan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral, agama, dan etika profesional di lingkungan akademik.
Tindakan yang dituduhkan ole dosen tersebut tidak hanya menciderai etika sebagai seorang pendidik, tetapi juga melanggar hak-hak individu, khususnya hak untuk merasa aman dari segala bentuk pelecehan, bullying, dan pencemaran nama baik.
Saat ini, kasus ini tengah dalam penanganan Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Sulawesi Utara.
Marsel Silom, selaku Kepala UPTD Dinas PPA Sulawesi Utara, menyatakan bahwa pihaknya telah memulai proses mediasi antara korban dan terduga pelaku.
Proses mediasi diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil bagi kedua belah pihak, khususnya bagi korban yang mengalami trauma psikologis.
“Kami tengah berupaya untuk memediasi kedua belah pihak guna menemukan solusi terbaik. Jika terdapat bukti yang kuat mengenai adanya tindakan bullying yang menyebabkan trauma psikologis pada korban, kami akan mempertimbangkan langkah hukum sebagai bentuk upaya memberikan keadilan,” jelas Marsel dalam keterangannya kepada media.
Marsel juga menegaskan bahwa tindakan bullying, baik dalam bentuk fisik maupun psikis, merupakan pelanggaran serius yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Apabila mediasi yang sedang dilakukan tidak membuahkan hasil, pihaknya tidak akan segan untuk merekomendasikan jalur hukum agar pelaku mendapatkan sanksi yang sesuai dengan tindakannya.
Dalam konteks hukum di Indonesia, bullying yang terjadi di lingkungan akademik dapat dikenakan sanksi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya jika tindakan tersebut dilakukan melalui media elektronik.
Selain itu, jika korban yang mengalami bullying adalah anak-anak, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku.
Namun, dalam kasus ini, korban adalah seorang dewasa yang merupakan mahasiswa pascasarjana di IAIN Manado.
Oleh karena itu, jeratan hukum yang mungkin dikenakan terhadap pelaku lebih berkaitan dengan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum dalam KUHP dan UU ITE.
Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama komunitas akademik dan pemerhati hak asasi manusia, karena menunjukkan betapa pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari segala bentuk intimidasi maupun pelecehan.
Pihak kampus, IAIN Manado, diharapkan segera melakukan investigasi internal dan memberikan sanksi tegas terhadap oknum dosen yang bersangkutan apabila terbukti bersalah.
Sementara itu, keluarga korban dalam pernyataan terpisah menyampaikan bahwa mereka berharap agar kampus bertanggung jawab dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku.
Mereka juga berharap agar insiden serupa tidak kembali terjadi di masa depan, sehingga mahasiswa lain dapat merasa aman dan terlindungi dalam menjalani pendidikan di kampus tersebut.
“Kami hanya menginginkan keadilan bagi istri saya. Kami berharap bahwa tindakan seperti ini tidak lagi terulang, baik bagi mahasiswa maupun staf lainnya di kampus IAIN Manado. Semua orang berhak mendapatkan perlindungan dan diperlakukan dengan hormat,” ujar Wahyudi.
Hingga saat ini, pihak dosen yang diduga terlibat dalam insiden tersebut masih belum memberikan keterangan resmi kepada publik.
Proses mediasi yang dilakukan oleh Dinas PPA Sulawesi Utara masih dalam tahap klarifikasi, dan keterangan dari kedua belah pihak sedang dikumpulkan untuk menentukan langkah lebih lanjut.
Jika mediasi gagal, kemungkinan besar langkah hukum akan ditempuh guna memastikan keadilan bagi korban yang mengalami trauma.
Perhatian publik kini tertuju pada bagaimana kasus ini akan diselesaikan.
Banyak pihak berharap bahwa insiden ini dapat menjadi pelajaran penting bagi dunia akademik agar lebih memperhatikan hak-hak individu dan menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, aman, serta terbebas dari segala bentuk bullying dan pelecehan.
(Yudi barik)