“Tangan kapolres, Jawaban tuhan: kisah haru di rumah sederhana, menggarisbawahi peran AKBP Albert Zai sebagai jembatan harapan".
![]() |
Fredy Pudi saat menerima bantuan kursi roda oleh Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, S.I.K., M.H., (foto humas polres bitung) |
IDNEWS.CO, HUKRIM, Humas Polres Bitung,- Di antara gemuruh kehidupan Kota Pelabuhan yang tak pernah benar-benar sunyi, tersembunyi satu kisah yang menyentuh relung terdalam nurani.
Sebuah cerita tentang harapan, keteguhan Cinta dalam keterbatasan, dan Tangan-tangan yang digerakkan oleh belas kasih. Di Kelurahan Kakenturan II, Kecamatan Maesa, Kota Bitung, hidup sepasang lansia yang terus bertahan dalam kondisi serba kekurangan.
Fredy Pudi (68) adalah seorang lelaki tua yang pernah aktif dan bekerja keras, namun kini hanya bisa menghabiskan harinya di tempat tidur.
Kaki kirinya telah diamputasi beberapa tahun lalu akibat komplikasi penyakit yang tak mampu ia obati tepat waktu. Sejak itu, gerak tubuhnya terbatas, Ia tak bisa berjalan, apalagi berdiri.
Di sisi Fredy, istrinya Yuliana Lontolawa tetap setia—bukan hanya sebagai pasangan hidup, tetapi sebagai perawat, penyemangat, sekaligus penopang satu-satunya.
Kehidupan mereka jauh dari layak. Mereka tinggal di sebuah rumah pinjaman milik warga yang bersimpati.
Atap kamar mereka rusak parah diterjang angin dalam badai yang terjadi beberapa bulan silam, membuat Fredy harus tidur di ruang depan karena ruangan utama tak lagi aman dihuni.
Setiap malam, mereka hanya bisa menatap langit dari sela-sela genteng yang hilang, berharap Tuhan menjawab doa yang tak pernah henti mereka panjatkan.
Dan pada Kamis, (24/4/ 2025), tepat pukul 11.30 WITA, jawaban itu datang—bukan dalam wujud mukjizat dari langit, tetapi melalui sosok berpakaian dinas, dengan langkah tegas namun hati yang lembut.
Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, S.I.K., M.H., datang secara langsung ke kediaman Fredy membawa sebuah kursi roda. Di tangan sang Kapolres, sebuah alat bantu sederhana itu menjelma menjadi simbol harapan, martabat, dan kemerdekaan kecil bagi seseorang yang lama terkurung dalam keterbatasan.
“ Bukan hanya kursi roda Ini adalah harapan dan doa yang dijawab,” tutur Yuliana dengan suara yang lirih namun penuh syukur.
Air matanya mengalir tak terbendung ketika melihat suaminya untuk pertama kalinya bisa kembali duduk dengan nyaman setelah sekian lama hanya bisa berbaring.
Fredy pun tak kalah terharu Suaranya bergetar, namun matanya bersinar.
“Terima kasih Tuhan dan terima kasih kepada Bapak Kapolres. Saya tidak punya apa-apa, tapi hari ini saya merasa diberi segalanya,” ucapnya penuh rasa haru.
Kunjungan Kapolres Bitung bukan sekadar kegiatan seremonial, bukan pula program rutinitas semata.
Di mata AKBP Albert Zai, kunjungan tersebut adalah panggilan hati. Ia mengaku bahwa langkahnya hari itu digerakkan oleh bisikan nurani yang tak bisa ia abaikan.
“Ini semua bukan karena kami hebat atau punya lebih tapi karena doa Bapak dan Ibu begitu kuat, dan Tuhan izinkan Saya jadi perpanjangan tangan-Nya. Lewat kursi roda , semoga semangat baru bisa tumbuh,” ungkap Kapolres dengan mata berkaca-kaca.
Tak berhenti di situ, setelah melihat langsung kondisi rumah yang sangat memprihatinkan—atap yang bocor, ruangan yang lembap dan tidak layak huni—Kapolres pun menyampaikan komitmennya untuk mencari solusi lebih lanjut.
![]() |
Kondisi rumah tidak layak huni akan segera diperbaiki oleh seorang Kapolres bitung yang punya hati lembut,(foto humas polres bitung) |
“Kami akan bantu mencarikan cara agar rumah ini bisa diperbaiki. Kita akan ajak pihak-pihak yang peduli untuk bergandengan tangan. Semoga menjadi awal dari perubahan besar bagi Pak Fredy dan Ibu Yuliana,” katanya tegas.
Kunjungan diakhiri dengan doa bersama, dan senyuman yang baru pertama kali benar-benar merekah di wajah pasangan lansia itu.
Kursi roda mungkin hanya satu benda, tetapi di mata Fredy dan Yuliana, itu adalah cahaya di ujung lorong panjang yang gelap.
Di zaman ketika simpati kerap kalah oleh kesibukan, dan kepekaan sosial menjadi barang langka, kisah inilah hadir sebagai pengingat, bahwa kemanusiaan masih hidup.
Bahwa kebaikan, sekecil apa pun bentuknya, dapat mengubah hari, bahkan hidup seseorang. Dan bahwa doa, meski dipanjatkan dalam kesunyian, tak pernah benar-benar tak terdengar.
(Yudi barik)